Selasa, 29 Desember 2009

SOSIS dan NUGGET: Nugget Ngetop

SOSIS dan NUGGET: Nugget Ngetop

Nugget Ngetop



Nugget ngetop adalah nugget yang Gurih dan Enak, Diproduksi oleh PT. WOnokoyo Jaya Corporindo. Produk tersebut telah dipasarkan di jaringan Giant dan Hero Supermarket di Jawa Timur. Kualitas dan Mutunya terjaga dengan baik, diproduksi dengan mesin mesin modern. Anda juga dapat memasarkan produk tersebut.

Harga nya cukup ekonomis.
Hubungi PT. Wonokoyo Jaya Corporindo,
Rumboko, 031 - 70019275

SOSIS dan NUGGET: Nugget 808

SOSIS dan NUGGET: Nugget 808

Nugget 808



Produk terbaru dari PT. Wonokoyo Jaya Corporindo, Surabaya. Nugget dengan merk 808, dengan kemasan 250 gram. Produk tersebut adalah produk yang diproduksi untuk menanggapi permintaan masyarakat akan produk Nugget dengan kemasan sederhana dan harga terjangkau. Namun demikian, produk 808 sangat memperhatikan mutu, dan higienitas.

Harga jual setiap bag produk tersebut berkisar Rp. 11.000 hingga 12.000. Cukup untuk konsumsi keluarga. Dalam setiap karton berisi 20 bag kemasan 250 gram.

Karakteristik produk Nugget 808 sangat tepat dan disukai oleh anak anak dan keluarga. Dengan kandungan protein yang cukup. Rasa Ayam Original dengan balutan breadcrumb yang gurih.

Untuk informasi dan Sales Service hubungi,

Marketing Sausage & Further Processing

PT. Wonokoyo Jaya Corporindo, Rumboko : 031 - 70019275 atau kirim ke email Rumboko@ovi.com

Jumat, 24 April 2009

Jawaban Dinas Perikanan atas Pelarangan Jual Tempura, Sosis

Pelarangan Penjualan Jajanan Sosis, Tempura, Jilot dan Sejenisnya


Oleh : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur
Selasa, 03 Februari 2009

Memperhatikan keluhan dari Ikatan Produsen dan Pedagang Frozen Food (IP2FF) kepada kami terkait dengan adanya surat Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur nomor : 442/5193/111.5/2008 tanggal 22 Oktober 2008 serta surat nomor 442/6299/111.5/2008 tanggal 10 Desember yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota se Jawa Timur Memperhatikan keluhan dari Ikatan Produsen dan Pedagang Frozen Food (IP2FF) kepada kami terkait dengan adanya surat Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur nomor : 442/5193/111.5/2008 tanggal 22 Oktober 2008 serta surat nomor 442/6299/111.5/2008 tanggal 10 Desember yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota se Jawa Timur dimana makna surat tersebut dimaksudkan untuk menghimbau kepada masyarakat konsumen agar waspada terhadap penjualan makanan jajanan sosis, tempura, jilot dan sejenisnya (frozen food) yang beredar luas khususnya di sekolah-sekolah serta agar pengusaha / penjual / pedagang makanan siap saji harus mengikuti ketentuan persyaratan sesuai Keputusan BPOM RI nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003 tentang Pedoman tata cara penyelenggaraan produksi pangan industri rumah tangga .

Secara terkoordinasi telah diadakan rapat pembahasan masalah tersebut sebanyak 3 (tiga) kali bertempat di kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur pada tanggal 30 Desember 2008 serta tanggal 21 Januari dan 30 Januari 2009 di Kantor Pemerintah Propinsi Jawa Timur.Dari beberapa pendapat yang dihimpun pada acara rapat koordinasi tersebut maka kami memandang perlu dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
  1. Kepada Produsen makanan olahan beku ( frozen food ) berskala besar yang tidak memiliki nomor registrasi MD agar dengan tegas diberikan sangsi ditutup usahanya. Adapun bagi produsen frozen food skala industri rumah tangga dan UMKM perlu diberikan bimbingan pembinaan serta diberikan bantuan peralatan pengolahan bagi upaya peningkatan usahanya dalam memenuhi persyaratan higiene sanitasi dan jaminan mutu keamanan pangan.
  2. Sertifikat Laik Higiene Sanitasi ( Laik Sehat ) sesuai Kepmen Kesehatan nomor : 715/Menkes/SK/V/2003 dipersyaratkan bagi pengusaha Jasa Boga bukan untuk penjual/pedagang makanan siap saji (pedagang keliling/pedagang dipasar yang menjual makanan siap saji) . Dengan alasan ini maka bagi pedagang makanan olahan skala kecil dan menengah (UMKM) tidak masuk dalam persyaratan harus memiliki sertifikat laik sehat , namun demikian kepada UMKM dimaksud tetap dilakukan pembinaan bila perlu jemput bola untuk upaya penertiban serta pemberian label/tanda yang menunjukkan produk yang dijual layak/tidak layak dikonsumsi.
  3. Untuk memberikan kesepahaman tentang maksud surat Saudara yang terdahulu serta mengembalikan kondisi kondusif khususnya kepada konsumen serta bagi produsen yang telah berlaku positif . Maka diminta kepada Saudara segera melakukan Sosialisasi dengan mengundang Dinas Kesehatan , Dinas Perikanan dan Kelautan , Dinas Peternakan, Dinas Pendidikan , Dinas Koperasi dan UKM serta Dinas Perindag di Kabupaten/Kota seluruh Jawa Timur bertempat di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
  4. Agar Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur segera melakukan release baik secara tertulis maupun melalui media massa terhadap upaya pemulihan kondisi ini kedepannya.

Dari www.pemprovjatim.go.id

Senin, 20 April 2009

Dendeng Sapi tapi BABI, kejadian lagiiii....

Dendeng Sapi Mengandung Babi SURABAYA
Enam dendeng sapi positif mengandung campuran daging babi. Dua di antaranya berdasar laporan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) RI, sesuai sampel yang dikirim BBPOM Surabaya. Empat lainnya merupakan hasil pemeriksaan Dinas Peternakan Provinsi Jatim.Dua produk yang dinyatakan positif mengandung DNA babi oleh BBPOM tersebut adalah Dendeng Sapi Istimewa Beef Jerky ''Lezaaat'' seberat 100 gram kemasan plastik yang diproduksi PT Masa Depan Cerah (MDC), Jalan Ngagel Jaya Tengah, Surabaya. Satu lagi adalah Dendeng Daging Sapi Istimewa No 1 Cap 999 seberat 250 gram yang diproduksi industri rumah tangga atas nama Hendropurnomo, Malang.Sementara itu, empat dendeng sapi hasil temuan Dinas Peternakan Jatim adalah Dendeng Sapi Kumala Asli produksi Malang; dendeng sapi 100 persen daging sapi cap dan merek KITIRAN, dibuat oleh perusahaan KITIRAN, Malang; dendeng sapi cap sapi produksi Malang; serta dendeng sapi Istimewa Cap 999, produksi Jalan Raung 5, Malang.Menurut Kepala BBPOM Surabaya Drs Sudiyanto Apt, BBPOM RI telah melakukan sampling dan pengujian terhadap 15 merek dendeng sapi serta 20 abon. Dari hasil pengujian tersebut, ditemukan lima dendeng sapi positif mengandung DNA babi. ''Di Jawa Timur ditemukan dua produk dendeng sapi yang positif mengandung DNA babi itu,'' ujarnya kemarin.Menurut dia, dua produk dendeng sapi tersebut termasuk kategori pangan olahan industri rumah tangga (PIRT) yang izin edarnya dikeluarkan pemerintah daerah. Dengan demikian, penarikan dan pemusnahannya akan dilakukan pemerintah daerah. ''Nanti pemda yang menarik produk tersebut,'' tegasnya.Sementara itu, Kepala Dias Peternakan Jatim drh Sigit Hanggono mengungkapkan, sistem pengawasan bahan asal hewan tersebut sudah memiliki standar dan format. ''Pemerintah kabupaten/kota seharusnya melaporkan segala temuan yang ada. Namun, sistem pelaporan itu ternyata kurang berjalan lancar,'' ungkapnya. (nur/yaf/fat)

Nah kejadian lagi semacam dengan keracunan sosis. Menurut saya, yang paling keliatan dalam masalah ini adalah lemahnya pengawasan pemerintah terhadap industri makanan. Standardnya tidak jelas. Bagaimana bisa di satu sisi pemda mengeluarkan ijin dengan PIRT, (yang jelas jelas dalam peraturannya tidak boleh digunakan untuk produksi daging). (Lihat di artikel saya yang lain). Sedangkan BPOM juga kebobolan, kenapa daging kok bisa dipasarkan hanya dengan ijin PIRT. Nah... ketika ketahuan di lapangan bermasalah, rame rame cari muka....

Cara menyelesaikan masalah juga tidak bijak. Begitu ada masalah, alangkah lebih baik jika yang bersangkutan dipanggil dan diberikan sanksi. Kemudian produsen yang lain dibina, sehingga tidak seperti "peribahasa" karena setitik nila, rusak susu sebelangga. Coba lihat dampaknya. Setelah MEDIA MASA mengabarkan tentang dendeng campuran daging babi/celeng. Maka masyarakat pun was was mengkonsumi dendeng. Dan akhirnya produsen dendeng rumahan, ataupun pabrikan akan surut jualannya. Mereka harus merangkak lagi, mengukir kepercayaan konsumen bahwa produknya bener bener tidak tergolong produk yang bahaya, tidak halal, beracun dan merugikan masyarakat.

Mungkin orang orang yang bekerja di Balai Pengawasan Obat dan Makanan tidak begitu perduli, siapa salah siapa benar. Yang penting tugasnya adalah menjerat produsen yang nakal. Saya setuju dengan prinsip itu. Tetapi andaikata dipertimbangkan bahwa tidak semua produsen berakhlak buruk, masih ada yang berpikiran panjang dan mencari mata pencaharian di pabrik abon, dendeng dengan cara cara yang halal. Patut kiranya berhati hati dalam menindak produsen nakal.

Media massa juga berperan memperparah masalah, bukannya imbang memberitakan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap ekonomi kerakyatan, kebanyakan mereka malah mendambah ramai dan gawat beritanya. Alasannya pasti karena hal yang begini mempunyai nilai berita yang bagus (untuk dimanfaatkan; jahat sekali).

Kesimpulannya menurut saya adalah, bahwa pengawasan Pemerintah terhadap produsen DENDENG SAPI, apapun mereknya hanya sekedar memberi ijin PIRT. Boleh di telusuri, bahwa pemerintah (PEMDA, DINAS KESEHATAN, DINAS PETERNAKAN) tidak mengerti, bagaimana produsen memproduksinya. Dicampur pasir pun mereka tidak tau. Data yang mereka punya mati di meja, di tumpukan amplop amplop pengurusan ijin he he he.... Ada uang ada ijin. Setelah itu... apa kata nanti.... Pembinaan? .... apalagi..............

Lihat aturannya...

BPOM melalui Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.5.1640 tentang PEDOMAN TATA CARA PENYELENGGARAAN SERTIVIKASI PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA, pada point III ayat 2. bahwa Permohonan Ijin P-IRT tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa daging, Ikan, Unggas dan Hasil olahannya yang memerlukan proses dan atau penyimpanan beku.

Keren kan............

Minggu, 19 April 2009

Awassss Jangan salah... Ini cilok bukan sosis


Peredaran dan penjualan makanan jajanan sosis, tempura, cilok dan sejenisnya (frozen food), seperti sudah tidak aman lagi. Dinas Perikanan dan Kelautan (Disperla) Jatim disarankan untuk membantu mengawasi, bahkan menghentikan produk di atas jika tidak berlabel resmi BPOM RI.
Ir Kardani, Kadisperla Jatim mengatakan, akibat makanan jenis frozen food yang dijual tidak berlabel BPOM RI di Blitar konsumennya ada yang keracunan. ‘’Sebenarnya hanya sekali saja kejadian. Itu pun, korbannya kebetulan makan tempura yang diproduksi oleh rumahan. Bukan pabrik. Tetapi, karena keinginan Dinkes Jatim seperti itu, kami siap saja menjalankan amar tersebut,’’ papar Kardani kepada MP di ruang kerjanya, kemarin.

Cilok (foto:omagung)
Kardani menyebutkan, makanan jenis jajanan yang semula hanya dikuasai pabrikan, kini mulai banyak dikembangkan industri rumahan. Sedangkan produksi industri rumahan pengawasannya tidak seperti industri pabrikan.
Dari data yang dihimpun MP menyebutkan, akibat desakan Ikatan Produsen dan Pedagang Frozen Food (IP2FF) Indonesia, Dinas Kesehatan Jatim telah mengeluarkan SK No. 442/5193/111.5/2008 tertanggal 22 Oktober 2008. Isinya, semua Dinkes di Jatim agar mengawasi dan menutup peredaran jajanan sosis, tempura, cilok dan sejenisnya jika diproduksi tanpa label BPOM RI.Surat tersebut kemudian dibahas ulang di Disperla Jatim mulai 21-30 Januari lalu dan menghasilkan tiga resolusi. Diantaranya pabrikan besar diminta memenuhi produksi sesuai standar BPOM, sedang industri rumahan atau UKM diberikan bantuan bimbingan dan peralatan agar produksinya sesuai kelayakan kesehatan.
Sebenarnya secara luas belum ada, bahkan tidak ada dampak besar atas produksi dan peredaran sosis, tempura dan cilok di pasaran sekarang ini. Sebab, satu kasus yang terjadi di Blitar belum bisa dijadikan penguat agar pihaknya membantu memantau dan menutup pabrikan atau industri rumahan yang tidak berlabel.
Alasannya, lanjut lelaki bertubuh subur ini, jika dipaksakan dampak buruknya justru lebih terasa. Ketatnya persaingan mendapatkan lapangan kerja justru akan diperparah dengan banyak pengangguran akibat penutupan produksi sosis, tempura dan cilok.
’’Kami inginnya tidak langsung dimatikan begitu saja. Baik pabrik besar atau pabrik rumahan sebaiknya diberi pembinaan dulu. Kalau memang tidak bisa lagi, baru tindakan penutupan dilakukan secara tegas,’’ ujarnya masygul. (has/udi) (Hary Santoso/malangpost)

Jumat, 17 April 2009

Ada Sosis Super Murah? Aman nggak yaaa

















Saya menemukan sosis murah di pasar. Harga jualnya fantastis. Agen sosis bisa mendapatkan produk tersebut dengan harga kisaran Rp. 4.500 hingga Rp. 5.000 untuk setengah kilonya dengan isi 25 batang. Sedangkan konsumen boleh membawa pulang sosis tersebut dengan harga sekitar Rp. 6.000 - Rp. 8.000. Wah.... penasaran... akhirnya aku coba beli di pasar. Betapa terkejutnya, ketika aku buka bungkusnya... sosis tersebut ternyata tidak utuh. Casing (pembungkus plastik / selulosa) yang biasanya membungkus sosis sudah tidak ada (nggak masalah sih, karena ada juga sosis yang dijual dengan tanpa casing), tapi pada sosis tersebut ada bekas sobekan pisau. Menandakan bahwa sosis itu sengaja dilepaskan dari casingnya.

Akhirnya terjawab sudah sosis macam apa ini, setelah saya coba mengkonsumsinya. Saya menggorengnya dan menemukan bahwa ternyata sosis ini adalah sama dengan sosis siap lhep yang kondang di Televisi. Tapi yang ini sudah dibungkus dalam kemasan dan disimpan dalam pendingin. Tapi mengapa terjadi demikian? Kalo sosis ayam harganya seperti itu, saya jadi sanksi, apakah sosis tersebut patut untuk dikonsumsi. Saya pastikan sosis itu adalah sosis repro, sosis reject, sosis rework. Berasal dari sosis siap saji (retout) yang pengunci kemasannya (terbuat dari alumunium) lepas. Dan terpaksa harus di bungkus kembali dan dijual dalam keadaan frozen.

Harganya bikin Curiga

Harga sosis yang umum seharusnya di atas 15.000 per setengah kilo. Itu pun harga paling murah yang dijumpai di lapangan. Nah kalo sosis dengan harga Rp. 8000 per setengah kilo? saya sarankan agar curiga? he he he. Coba liat harga ayam sekilo yang berkisar antara 20 ribu hingga 28 ribu. Nah ... masuk akal nggak?

Senin, 09 Februari 2009

Media Televisi vs Ekonomi Kerakyatan

Beberapa program televisi seperti investigasi pagi, memberitakan tentang sosis beracun, Es Cincau, Durian suntik hingga Ayam sisa hotel. Yang saya juga setuju bahwa hal hal seperti itu harus diperhatikan konsumen Indonesia. Betapa makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia harus dicermati dan mendapatkan pengawasan dari konsumen. Bagaimana jadinya apabila konsumsi anak anak, masyarakat Indonesia ternyata penuh resiko, tercampur dengan bahan tambahan pangan yang berbahaya.

Namun saya melihat bahwa Media Televisi tidak melihat visi ekonomi kerakyatan yang timbul. Ketika berita tersebut disiarkan, ketakutan masyarakat akan mengkonsumsi jajanan rakyat ataupun makanan tersebut menjadi jadi. Mereka menjadi sangat hati hati. Lebih teliti dan membatasi. Akhirnya ada juga yang menjadi antipati. Padahal sektor informil yang bekerja di bidang bidang penuh resiko tersebut begitu besar. Berapa banyak penjual cendol, penjual sosis, penjual durian dibandingkan dengan pelaku pelaku kejahatan yang diungkapkan oleh Media televisi.

Perilaku menyuntik durian, menyuntik ayam dengan air, mencampur cincau dengan zat additive berbahaya, mengolah ayam sisa hotel bukan perilaku umum para pedagang. Namun akibat perilaku mereka yang nakal, ketika hal tersebut diberitakan kepada masyarakat di Media Televisi (yang sakti), maka semua pelaku usaha di bidang yang sama akan menjadi Terpuruk dan Jatuh.

Pelaku ekonomi kerakyatan jumlahnya berjuta juta. Mereka menggantung hidupnya dari pekerjaan mereka. Anak istri mereka sangat berharap penghasilan keluarganya. Namun untuk kepentingan Nilai Berita, media televisi menghempaskan mereka. Begitu jahatnya. Seringkali mereka tidak dapat berbuat apa apa. Hanya menunggu hingga konsumen mereka kembali percaya tentang produknya, atau bahkan menunggu hingga konsumen sedikit melupakan berita yang disiarkan televisi.

Seharusnya Media Televisi mempertimbangkan aspek ekonomi kerakyatan tersebut. Jangan hanya melihat dari sensasi yang ditimbulkan dari berita. Saya usulkan agar penayangan tersebut lebih seimbang. Menunjukan bahwa tidak semua pelaku usaha melakukan hal tersebut. Atau lebih fokus lagi menyebutkan dimana tempat terjadinya kejahatan penipuan terhadap kualitas barang.

Bisa jadi memang benar terjadi penipuan terhadap kualitas barang, dan media sangat berperan untuk menyelamatkan masyarakat konsumsi. Namun harus dihargai juga bagaimana ekonomi kerakyatan menghidupi dirinya, mengembangkan dirinya, dan menyelamatkan dirinya.

Senin, 26 Januari 2009

Rabu, 21 Januari 2009

Gubernur Jawa Timur Perduli Kegelisahan Pedagang Sosis

Pada tanggal 21 Januari 2009, Pemerintah Propinsi Jawa Timur mengundang jajaran dinas terkait untuk membicarakan tentang Surat yang telah dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan PRopinsi Jawa Timur tentang kewaspadaan mengkonsumi sosis, tempura dan Jilot. Berikut akibat surat tersebut, penjualan seluruh produk sosis di Jawa Timur menurun drastis.

Dalam undangan tersebut hadir
- Kepala Dinas Kesehatan Prov Jatim,
- Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jatim,
- Kepala Dinas Koperasi & UMKM Prov. Jatim,
- Kepala Dinas Pendidikan Prov. Jatim
- Kepala Balai P OM Jawa Timur
- Kepala Biro Adm. Perekonomian Setda Prov Jatim
- Kepala Biro Adm. SDA Setda Prov Jatim
- Kepala Biro Humas & Protokol Jatim
- Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya
- Ikatan Produsen & Pedagang Frozen Food Jawa Timur

Dalam pertemuant tersebut dibahas tentang sektor ekonomi kerakyatan pedagang sosis yang turun drastis dan visi dinas kesehatan untuk melindungi masyarakat. Dua hal yang sama sama penting dan berbobot, namun harus dicari jalan tengah, sehingga kedua hal tersebut bisa diselamatkan.

Mudah mudahan ada kabar baik.

Senin, 19 Januari 2009

Tahukah anda? : Pemerintah Melarang IRT membuat Sosis!




Tahukah anda? bahwa sebenarnya ijin yang diberikan untuk memproduksi sosis adalah hanya untuk industri besar. Demikian karena sosis harus diproduksi dengan cara yang hiegienies, memenuhi syarat syarat pengolahan bahan pangan. Pemerintah telah menentukan bahwa untuk memproduksi sosis, sebuah perusahaan harus mengantongi ijin dari BPOM. Selama ini masih ada saya menemukan produk sosis yang menggunakan P-IRT. Hal demikian ternyata sudah tidak diijinkan lagi.


Selama ini banyak industri rumah tangga yang berupaya untuk memproduksi merk merk sosis. Demikian karena banyak juga penjual mesin mesin pencetak sosis dipasarkan. Mereka memasarkan mesin mesin tersebut berikut dengan Kursus Extra Cepat dan menjual bahan bakunya. Maka jadilah pengusaha pengusaha baru dadakan, mereka berusaha memproduksi sosis rumahan dengan merk dan ijin P-IRT.


BPOM melalui Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.5.1640 tentang PEDOMAN TATA CARA PENYELENGGARAAN SERTIVIKASI PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA, pada point III ayat 2. bahwa Permohonan Ijin P-IRT tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa daging, Ikan, Unggas dan Hasil olahannya yang memerlukan proses dan atau penyimpanan beku.


Sedangkan untuk pengurusan MD, industri rumah tangga yang hanya memiliki mesin pengisi sosis dan resep membuat sosis saja tidak cukup. Persyaratan untuk pembuatan MD lebih detail dan rumit, dimaklumi bahwa produk sosis adalah produk yang sangat riskan terhadap quality.


Jadi... jangan dulu beli mesin sosis kalo belum tau aturan perijinannya.

Minggu, 18 Januari 2009

Pengetahuan Keamanan Pangan: Tentang Pewarna

HalalGuide--Dengan pengetahuan keamanan pangan yang baik dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, maka masyarakat dapat terhindar dari berbagai bahaya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak aman. Masyarakat dapat terhindar dari bahaya keracunan makanan akibat mengkonsumsi makanan yang tidak bebas dari cemaran logam berat, pestisida, bahan tambahan pangan dan racun. Terhindar dari konsumsi makanan yang tercemar cemaran biologis seperti seperti bakteri, virus, kapang, parasit, protozoa. Terhindar dari konsumsi makanan yang tercemar Cemaran fisik seperti pecahan gelas, potongan tulang, kerikil, kawat dan sebagainya.
Pewarna Alami
Adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis, seperti annato sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai jenis makanan begitu juga karoten dan klorofil. Dalam daftar FDA pewarna alami dan pewarna identik alami tergolong dalam ”uncertified color additives” karena tidak memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi.
Keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik. Pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil dan biasanya lebih murah.

Pewarna sintetis
Pewarna sintetis mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, dan biasanya lebih murah. Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut ”Joint FAO/WHO Expert Commitee on Food Additives (JECFA) dapat digolongkan dalam beberapa kelas yaitu : azo, triaril metana, quinolin, xantin dan indigoid.

Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak boleh ada.

Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk granula, cairan, campuran warna dan pasta. Digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk susu, pembungkus sosis, dan lain-lain. Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan pada pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat.

Rhodamin B. Rhodamin B adalah salah satu pewarna sintetik yang tidak boleh dipergunaan untuk makanan, selain itu pewarna lainnya yang dilarang adalah Metanil Yellow Rhodamin B memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl, dengan berat molekul sebesar 479.000. Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk-unggu kemerah-merahan, sangat mudah larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berflourensi kuat. Selain mudah larut dalam air juga larut dalam alkohol, HCl dan NaOH. Rhodamin B ini biasanya dipakai dalam pewarnaan kertas, di dalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th. Rhodamin B sampai sekarang masih banyak digunakan untuk mewarnai berbagai jenis makanan dan minuman (terutama untuk golongan ekonomi lemah), seperti kue-kue basah, saus, sirup, kerupuk dan tahu (khususnya Metanil Yellow), dan lain-lain.

Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, ciri-ciri makanan yang diberi Rhodamin B adalah warna makanan merah terang mencolok. Biasanya makanan yang diberi pewarna untuk makanan warnanya tidak begitu merah terang mencolok. Tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B :

1. Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan.
2. Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit.
3. Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan, udem pada kelopak mata.
4. Jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda.

Metanil Yellow juga merupakan salah satu zat pewama yang tidak diizinkan untuk ditambahkan ke dalam bahan makanan. Metanil Yellow digunakan sebagai pewama untuk produk-produk tekstil (pakaian), cat kayu, dan cat lukis. Metanil juga biasa dijadikan indikator reaksi netralisasi asam basa.

Oleh karena itu sebaiknya konsumen sebelum membeli makanan dan minuman, harus meneliti kondisi fisik, kandungan bahan pembuatnya, kehalalannya melalui label makanan yang terdapat di dalam kemasan makanan tersebut agar keamanan makanan yang dikonsumsi senantiasa terjaga.

Tips Memilih dan Membeli Produk Pangan
Pastikan Anda telah membaca label yang tertera pada kemasan sebelum memutuskan membeli suatu produk pangan. Informasi penting yang perlu Anda amati dari label produk pangan antara lain:
Kode registrasi produk
Ini untuk menandakan apakah produk yang bersangkutan sudah terdaftar di Badan POM. Produk yang telah teregistrasi biasanya telah dikaji keamanannya. Penyimpangan bisa saja terjadi jika produsen melakukan perubahan tanpa sepengetahuan Badan POM setelah nomor registrasi didapatkan. Namun dengan mekanisme pengawasan dan kontrol yang dilakukan secara rutin oleh Badan POM, penyimpangan ini bisa terdeteksi.
Ingredient atau bahan-bahan yang terkandung dalam produk pangan
Sebaiknya hindari membeli produk yang tidak mencantumkan informasi bahan kandungannya.
Petunjuk aturan pakai.
Informasi ini untuk memudahkan Anda dalam mengonsumsi produk pangan.
Informasi efek samping
Ini salah satu faktor penting yang perlu diketahui sebelum membeli dan mengonsumsi produk pangan khususnya yanq berisiko pada orang-orang tertentu.
Expired date atau kedaluwarsa produk
Pastikan produk pangan yang dibeli masih belum kedaluwarsa agar tetap terjamin keamanannya.

Sumber : FAO Indonesia

Razia raziaaaaa ...............

Tanpa Izin Depkes dan Label HalalSEMARANG—Peredaran makanan ilegal terus dipantau aparat kepolisian. Selasa sore (2/12) kemarin, Unit Harda Satreskrim Polwiltabes Semarang berhasil menyita satu kontainer lebih berisi ribuan makanan beku tanpa izin edar (TIE). Makanan tersebut disita dari sebuah gudang di kawasan Perumahan Bukit Semarang Baru (BSB), Kecamatan Mijen, Semarang.Gudang tersebut milik PT Bel Foods Indonesia yang memproduksi makanan beku seperti bakso, sosis, dan nuggets. Petugas terpaksa menyita karena makanan tersebut di kemasannya tidak tercantum sertifikat izin Departemen Kesehatan RI (Depkes RI), dan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).Di kemasan hanya didapati merek produk ”Uenaaak” untuk bakso dan nuggets, serta sosis merek ”Lebih Lezat”. Bahkan produsen PT BFI pun tak dicantumkan. Konsumen hanya mendapatkan keterangan kedaluwarsa ”24-5-2009”. Ironisnya, makanan yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan ini telah dijual bebas di pasar-pasar tradisional dan minimarket.Bersama barang bukti, ikut dibawa ke Polwiltabes Semarang, Kepala Cabang Semarang PT Bel Foods Indonesia, Mursidah, 38, warga Dusun Papringan Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Moyudan, Sleman, Jogjakarta. Tiga karyawannya juga ikut diperiksa sebagai saksi, yakni Ahmad, 27, karyawan bagian pemasaran, Sri Purbowati, 36, bagian finance, dan Bayu, 28, bagian adminitrasi.Wakasat Reskrim Polwiltabes Semarang Kompol R Budi Wijayanto SIK didampingi Kanit Harda AKP Haril Sutarjo SH mengatakan, saat petugas menyambangi gudang, sempat ada protes dari Mursidah. Perempuan muda tersebut mengatakan makanan yang diedarkannya tidak ilegal. Pihak PT BFI telah mengajukan izin Depkes RI di Jakarta, namun izin belum juga turun hingga sekarang. Namun, menurut Wakasatreskrim, penyitaan harus tetap dilakukan karena makanan tanpa izin resmi berpotensi menimbulkan keracunan. Untuk itu, sebelum jatuh korban, pihaknya mengambil tindakan tegas. ”Izin masih dalam proses sudah diedarkan. Bagaimana kalau terjadi apa-apa, siapa yang tanggung jawab? Masak, harus menunggu ada korban,” ujar Kompol Budi Wijayanto. Salah seorang karyawan yang diperiksa Ahmad mengatakan, PT BFI Cabang Semarang berani mengedarkan makanan tersebut karena adanya perintah dari PT BFI pusat di Jakarta. PT BFI beralamat di Perum Citra Indah Kav PA 1 dan 2 Jalan Raya Jonggol Km 23,3 Kecamatan Jonggol, Bogor. Selaku direktur utama bernama Krisantoro.Dikatakannya, perusahaannya telah memproduksi empat label merek untuk jenis makanan bakso, sosis, dan nuggets, yakni merek Del Farm, Dua-dua, Bel Foods, serta Uenaaak. Dari keempatnya, hanya Uenaaak yang belum mendapatkan izin resmi. Sedangkan tiga lainnya sudah mendapatkan izin Depkes RI dan sertifikat halal MUI. ”Yang berizin sudah beredar di supermarket dan minimarket, tapi yang Uenaaak ini belum berizin kami jual ke pasar tradisional,” katanya.Sedangkan Bayu mengatakan, pihaknya mematok harga yang bervariasi dan cukup murah untuk ukurannya. Sosis isi 40 biji misalnya, hanya dijual seharga Rp 20 ribu, sedangkan yang isi 15 seharga Rp 9 ribu. Sementara nuggets harganya Rp 9.500 dan bakso Rp 7.500 untuk masing-masing paknya. ”Target kami memang kalangan menengah ke bawah,” ucapnya.Siti Purbowati menambahkan, PT BFI Pusat telah beroperasi sejak tahun 2004. Namun cabang Semarang sendiri baru dibuka pertengahan 2007 lalu. Terungkapnya kasus ini berawal dari temuan salah satu petugas polisi yang curiga pada salah satu produk di sebuah minimarket. Kecurigaan petugas dikarenakan tidak adanya cukup informasi terkait legalitas produk pada kemasannya. Petugas kemudian menelusuri lebih lanjut dan menemukan bahwa produk tersebut tak berizin. ”Kami masih mengembangkan penyelidikan terkait dengan perizinan produk tersebut,” tandas Wijayanto.Cuci GudangSementara itu, Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Kosumen (LP2K) Semarang Ngargono mengatakan, beredarnya produk Uenaaak dan Lebih Lezat di pasaran tanpa dilengkapi izin Depkes dan label halal membuktikan kontrol pemerintah lemah. Kalau ditanyakan kenapa itu bisa terjadi, Ngargono meyakini akan banyak alasan yang disodorkan pemerintah. Padahal, seharusnya penindakan bisa dimulai dengan cara mudah, yakni dari hulu ke hilir. ”Langsung saja ke produsennya, kalau kesulitan mencari alamat ya ke kabupaten atau kota asal pasti akan ada catatan perusahaan-perusahaan di sana. Dari situ bisa diketahui mana yang mengeluarkan produk legal dan ilegal,” paparnya.Tapi jika pemerintah hanya melakukan operasi di pasaran, maka kemungkinan akan mendapatkan hasil maksimal sangat kecil. Menurut dia, keterbatasan jumlah aparat, SDM, waktu, dan luasnya wilayah yang dijelajahi adalah faktor yang menyulitkan.Ngargono menghimbau, masyaraklat untuk lebih pintar dan bijak. Harga, menurutnya, sudah tidak sepanatsnya dijadikan ukuran utama dalam memutuskan membeli produk. ”Tidak ada barang murah tapi kualitasnya selangit, masyarakat harus waspada dan ikut mengawasi peredaran makanan berbahaya,” tegasnya. Di sisi lain, dia juga mengingatkan pemerintah lebih waspada mengawasi peredaran makanan berbahan dasar daging menjelang hari Natal dan Tahun Baru yang menunjukkan tren meningkat. Sebab, situasi menjelang Tahun Baru biasanya banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk beramai-ramai menghabiskan stok. Hal ini karena pengawasan makanan beku yang berbahan dasar daging sangat ketat. ”Sebelum pengawasan aparat benar-benar ketat menjelang Natal dan Tahun Baru, para pengusaha mencoba memanfaatkan celah untuk mengedarkan produk ilegalnya,” tandasnya. (dib/aro) (diambil dari harian Radar Semarang)

Rabu, 14 Januari 2009

Keracunan Sosis

Bulan bulan kemarin sering dengar berita di media televisi dan cetak tentang keracunan Sosis dan Tempura. Sebagai pelaku bisnis Sosis, saya sangat kecewa melihat cara para wartawan televisi mengexpose berita. Mungkin perlu saya tuliskan kejadian yang lebih obyektif di sini.

Awal mulanya adalah kasus keracunan makanan (saya tidak/belum menyebutnya sebagai makanan Sosis/tempura) di Blitar Jawa Timur. Belum jelas apakah keracunan tersebut dikarenakan Sosis, Tempura, Saos merah, Pembungkusnya, atau penjualnya. Namun segera media massa menyebutkan bahwa terjadi keracunan sosis. Lalu berita tersebut di tanggapi oleh Departemen Kesehatan Jawa Timur dengan dikeluarkan surat edaran kepada seluruh dinas kesehatan Kabupaten/Kota se jawa timur. Isi edaran tersebut adalah harapan dari DinKes Prop Jatim bahwa Masyarakat harus waspada terhadap jajanan Sosis, Tempura, Jilot. Hal tersebut tanpa mempertimbangkan apakah keracunan di blitar tersebut benar benar disebabkan oleh Sosis, Tempura dan Jilot. Betul betul sangat sembrono.

Akibat surat edaran resmi dari DepKesProp Jatim, setiap departemen kesehatan kabupaten mengirimkan surat kepada seluruh sekolah sekolah (tempat para penjual sosis goreng berjualan). Bahwa kepala sekolah harus mewaspadai terhadap jajanan sosis di sekolah. Akhirnya kepala sekolah menindaklanjuti lebih dahsyat, bahwa sosis adalah makanan beracun. Maka sejak saat itu, para pedagang sosis di sekolah sekolah pun musnah.

Dari gambaran tersebut saya melihat bahwa dinas kesehatan sebenarnya tidak bersalah, namun kurang bijaksana dan berhati hati. Ketika saya menjumpai mereka, mereka tampaknya tidak tau sama sekali apa itu sosis, apa mereknya, siapa yang buat, siapa yang distribusikan. Mereka hanya tau bahwa sosis itu berbahaya ketika dijajakan di sekolah sekolah.

Bersambung ...........