Senin, 09 Februari 2009

Media Televisi vs Ekonomi Kerakyatan

Beberapa program televisi seperti investigasi pagi, memberitakan tentang sosis beracun, Es Cincau, Durian suntik hingga Ayam sisa hotel. Yang saya juga setuju bahwa hal hal seperti itu harus diperhatikan konsumen Indonesia. Betapa makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia harus dicermati dan mendapatkan pengawasan dari konsumen. Bagaimana jadinya apabila konsumsi anak anak, masyarakat Indonesia ternyata penuh resiko, tercampur dengan bahan tambahan pangan yang berbahaya.

Namun saya melihat bahwa Media Televisi tidak melihat visi ekonomi kerakyatan yang timbul. Ketika berita tersebut disiarkan, ketakutan masyarakat akan mengkonsumsi jajanan rakyat ataupun makanan tersebut menjadi jadi. Mereka menjadi sangat hati hati. Lebih teliti dan membatasi. Akhirnya ada juga yang menjadi antipati. Padahal sektor informil yang bekerja di bidang bidang penuh resiko tersebut begitu besar. Berapa banyak penjual cendol, penjual sosis, penjual durian dibandingkan dengan pelaku pelaku kejahatan yang diungkapkan oleh Media televisi.

Perilaku menyuntik durian, menyuntik ayam dengan air, mencampur cincau dengan zat additive berbahaya, mengolah ayam sisa hotel bukan perilaku umum para pedagang. Namun akibat perilaku mereka yang nakal, ketika hal tersebut diberitakan kepada masyarakat di Media Televisi (yang sakti), maka semua pelaku usaha di bidang yang sama akan menjadi Terpuruk dan Jatuh.

Pelaku ekonomi kerakyatan jumlahnya berjuta juta. Mereka menggantung hidupnya dari pekerjaan mereka. Anak istri mereka sangat berharap penghasilan keluarganya. Namun untuk kepentingan Nilai Berita, media televisi menghempaskan mereka. Begitu jahatnya. Seringkali mereka tidak dapat berbuat apa apa. Hanya menunggu hingga konsumen mereka kembali percaya tentang produknya, atau bahkan menunggu hingga konsumen sedikit melupakan berita yang disiarkan televisi.

Seharusnya Media Televisi mempertimbangkan aspek ekonomi kerakyatan tersebut. Jangan hanya melihat dari sensasi yang ditimbulkan dari berita. Saya usulkan agar penayangan tersebut lebih seimbang. Menunjukan bahwa tidak semua pelaku usaha melakukan hal tersebut. Atau lebih fokus lagi menyebutkan dimana tempat terjadinya kejahatan penipuan terhadap kualitas barang.

Bisa jadi memang benar terjadi penipuan terhadap kualitas barang, dan media sangat berperan untuk menyelamatkan masyarakat konsumsi. Namun harus dihargai juga bagaimana ekonomi kerakyatan menghidupi dirinya, mengembangkan dirinya, dan menyelamatkan dirinya.