Senin, 20 April 2009

Dendeng Sapi tapi BABI, kejadian lagiiii....

Dendeng Sapi Mengandung Babi SURABAYA
Enam dendeng sapi positif mengandung campuran daging babi. Dua di antaranya berdasar laporan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) RI, sesuai sampel yang dikirim BBPOM Surabaya. Empat lainnya merupakan hasil pemeriksaan Dinas Peternakan Provinsi Jatim.Dua produk yang dinyatakan positif mengandung DNA babi oleh BBPOM tersebut adalah Dendeng Sapi Istimewa Beef Jerky ''Lezaaat'' seberat 100 gram kemasan plastik yang diproduksi PT Masa Depan Cerah (MDC), Jalan Ngagel Jaya Tengah, Surabaya. Satu lagi adalah Dendeng Daging Sapi Istimewa No 1 Cap 999 seberat 250 gram yang diproduksi industri rumah tangga atas nama Hendropurnomo, Malang.Sementara itu, empat dendeng sapi hasil temuan Dinas Peternakan Jatim adalah Dendeng Sapi Kumala Asli produksi Malang; dendeng sapi 100 persen daging sapi cap dan merek KITIRAN, dibuat oleh perusahaan KITIRAN, Malang; dendeng sapi cap sapi produksi Malang; serta dendeng sapi Istimewa Cap 999, produksi Jalan Raung 5, Malang.Menurut Kepala BBPOM Surabaya Drs Sudiyanto Apt, BBPOM RI telah melakukan sampling dan pengujian terhadap 15 merek dendeng sapi serta 20 abon. Dari hasil pengujian tersebut, ditemukan lima dendeng sapi positif mengandung DNA babi. ''Di Jawa Timur ditemukan dua produk dendeng sapi yang positif mengandung DNA babi itu,'' ujarnya kemarin.Menurut dia, dua produk dendeng sapi tersebut termasuk kategori pangan olahan industri rumah tangga (PIRT) yang izin edarnya dikeluarkan pemerintah daerah. Dengan demikian, penarikan dan pemusnahannya akan dilakukan pemerintah daerah. ''Nanti pemda yang menarik produk tersebut,'' tegasnya.Sementara itu, Kepala Dias Peternakan Jatim drh Sigit Hanggono mengungkapkan, sistem pengawasan bahan asal hewan tersebut sudah memiliki standar dan format. ''Pemerintah kabupaten/kota seharusnya melaporkan segala temuan yang ada. Namun, sistem pelaporan itu ternyata kurang berjalan lancar,'' ungkapnya. (nur/yaf/fat)

Nah kejadian lagi semacam dengan keracunan sosis. Menurut saya, yang paling keliatan dalam masalah ini adalah lemahnya pengawasan pemerintah terhadap industri makanan. Standardnya tidak jelas. Bagaimana bisa di satu sisi pemda mengeluarkan ijin dengan PIRT, (yang jelas jelas dalam peraturannya tidak boleh digunakan untuk produksi daging). (Lihat di artikel saya yang lain). Sedangkan BPOM juga kebobolan, kenapa daging kok bisa dipasarkan hanya dengan ijin PIRT. Nah... ketika ketahuan di lapangan bermasalah, rame rame cari muka....

Cara menyelesaikan masalah juga tidak bijak. Begitu ada masalah, alangkah lebih baik jika yang bersangkutan dipanggil dan diberikan sanksi. Kemudian produsen yang lain dibina, sehingga tidak seperti "peribahasa" karena setitik nila, rusak susu sebelangga. Coba lihat dampaknya. Setelah MEDIA MASA mengabarkan tentang dendeng campuran daging babi/celeng. Maka masyarakat pun was was mengkonsumi dendeng. Dan akhirnya produsen dendeng rumahan, ataupun pabrikan akan surut jualannya. Mereka harus merangkak lagi, mengukir kepercayaan konsumen bahwa produknya bener bener tidak tergolong produk yang bahaya, tidak halal, beracun dan merugikan masyarakat.

Mungkin orang orang yang bekerja di Balai Pengawasan Obat dan Makanan tidak begitu perduli, siapa salah siapa benar. Yang penting tugasnya adalah menjerat produsen yang nakal. Saya setuju dengan prinsip itu. Tetapi andaikata dipertimbangkan bahwa tidak semua produsen berakhlak buruk, masih ada yang berpikiran panjang dan mencari mata pencaharian di pabrik abon, dendeng dengan cara cara yang halal. Patut kiranya berhati hati dalam menindak produsen nakal.

Media massa juga berperan memperparah masalah, bukannya imbang memberitakan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap ekonomi kerakyatan, kebanyakan mereka malah mendambah ramai dan gawat beritanya. Alasannya pasti karena hal yang begini mempunyai nilai berita yang bagus (untuk dimanfaatkan; jahat sekali).

Kesimpulannya menurut saya adalah, bahwa pengawasan Pemerintah terhadap produsen DENDENG SAPI, apapun mereknya hanya sekedar memberi ijin PIRT. Boleh di telusuri, bahwa pemerintah (PEMDA, DINAS KESEHATAN, DINAS PETERNAKAN) tidak mengerti, bagaimana produsen memproduksinya. Dicampur pasir pun mereka tidak tau. Data yang mereka punya mati di meja, di tumpukan amplop amplop pengurusan ijin he he he.... Ada uang ada ijin. Setelah itu... apa kata nanti.... Pembinaan? .... apalagi..............

Lihat aturannya...

BPOM melalui Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.5.1640 tentang PEDOMAN TATA CARA PENYELENGGARAAN SERTIVIKASI PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA, pada point III ayat 2. bahwa Permohonan Ijin P-IRT tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa daging, Ikan, Unggas dan Hasil olahannya yang memerlukan proses dan atau penyimpanan beku.

Keren kan............