Jumat, 24 April 2009

Jawaban Dinas Perikanan atas Pelarangan Jual Tempura, Sosis

Pelarangan Penjualan Jajanan Sosis, Tempura, Jilot dan Sejenisnya


Oleh : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur
Selasa, 03 Februari 2009

Memperhatikan keluhan dari Ikatan Produsen dan Pedagang Frozen Food (IP2FF) kepada kami terkait dengan adanya surat Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur nomor : 442/5193/111.5/2008 tanggal 22 Oktober 2008 serta surat nomor 442/6299/111.5/2008 tanggal 10 Desember yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota se Jawa Timur Memperhatikan keluhan dari Ikatan Produsen dan Pedagang Frozen Food (IP2FF) kepada kami terkait dengan adanya surat Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur nomor : 442/5193/111.5/2008 tanggal 22 Oktober 2008 serta surat nomor 442/6299/111.5/2008 tanggal 10 Desember yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota se Jawa Timur dimana makna surat tersebut dimaksudkan untuk menghimbau kepada masyarakat konsumen agar waspada terhadap penjualan makanan jajanan sosis, tempura, jilot dan sejenisnya (frozen food) yang beredar luas khususnya di sekolah-sekolah serta agar pengusaha / penjual / pedagang makanan siap saji harus mengikuti ketentuan persyaratan sesuai Keputusan BPOM RI nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003 tentang Pedoman tata cara penyelenggaraan produksi pangan industri rumah tangga .

Secara terkoordinasi telah diadakan rapat pembahasan masalah tersebut sebanyak 3 (tiga) kali bertempat di kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur pada tanggal 30 Desember 2008 serta tanggal 21 Januari dan 30 Januari 2009 di Kantor Pemerintah Propinsi Jawa Timur.Dari beberapa pendapat yang dihimpun pada acara rapat koordinasi tersebut maka kami memandang perlu dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
  1. Kepada Produsen makanan olahan beku ( frozen food ) berskala besar yang tidak memiliki nomor registrasi MD agar dengan tegas diberikan sangsi ditutup usahanya. Adapun bagi produsen frozen food skala industri rumah tangga dan UMKM perlu diberikan bimbingan pembinaan serta diberikan bantuan peralatan pengolahan bagi upaya peningkatan usahanya dalam memenuhi persyaratan higiene sanitasi dan jaminan mutu keamanan pangan.
  2. Sertifikat Laik Higiene Sanitasi ( Laik Sehat ) sesuai Kepmen Kesehatan nomor : 715/Menkes/SK/V/2003 dipersyaratkan bagi pengusaha Jasa Boga bukan untuk penjual/pedagang makanan siap saji (pedagang keliling/pedagang dipasar yang menjual makanan siap saji) . Dengan alasan ini maka bagi pedagang makanan olahan skala kecil dan menengah (UMKM) tidak masuk dalam persyaratan harus memiliki sertifikat laik sehat , namun demikian kepada UMKM dimaksud tetap dilakukan pembinaan bila perlu jemput bola untuk upaya penertiban serta pemberian label/tanda yang menunjukkan produk yang dijual layak/tidak layak dikonsumsi.
  3. Untuk memberikan kesepahaman tentang maksud surat Saudara yang terdahulu serta mengembalikan kondisi kondusif khususnya kepada konsumen serta bagi produsen yang telah berlaku positif . Maka diminta kepada Saudara segera melakukan Sosialisasi dengan mengundang Dinas Kesehatan , Dinas Perikanan dan Kelautan , Dinas Peternakan, Dinas Pendidikan , Dinas Koperasi dan UKM serta Dinas Perindag di Kabupaten/Kota seluruh Jawa Timur bertempat di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
  4. Agar Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur segera melakukan release baik secara tertulis maupun melalui media massa terhadap upaya pemulihan kondisi ini kedepannya.

Dari www.pemprovjatim.go.id

Senin, 20 April 2009

Dendeng Sapi tapi BABI, kejadian lagiiii....

Dendeng Sapi Mengandung Babi SURABAYA
Enam dendeng sapi positif mengandung campuran daging babi. Dua di antaranya berdasar laporan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) RI, sesuai sampel yang dikirim BBPOM Surabaya. Empat lainnya merupakan hasil pemeriksaan Dinas Peternakan Provinsi Jatim.Dua produk yang dinyatakan positif mengandung DNA babi oleh BBPOM tersebut adalah Dendeng Sapi Istimewa Beef Jerky ''Lezaaat'' seberat 100 gram kemasan plastik yang diproduksi PT Masa Depan Cerah (MDC), Jalan Ngagel Jaya Tengah, Surabaya. Satu lagi adalah Dendeng Daging Sapi Istimewa No 1 Cap 999 seberat 250 gram yang diproduksi industri rumah tangga atas nama Hendropurnomo, Malang.Sementara itu, empat dendeng sapi hasil temuan Dinas Peternakan Jatim adalah Dendeng Sapi Kumala Asli produksi Malang; dendeng sapi 100 persen daging sapi cap dan merek KITIRAN, dibuat oleh perusahaan KITIRAN, Malang; dendeng sapi cap sapi produksi Malang; serta dendeng sapi Istimewa Cap 999, produksi Jalan Raung 5, Malang.Menurut Kepala BBPOM Surabaya Drs Sudiyanto Apt, BBPOM RI telah melakukan sampling dan pengujian terhadap 15 merek dendeng sapi serta 20 abon. Dari hasil pengujian tersebut, ditemukan lima dendeng sapi positif mengandung DNA babi. ''Di Jawa Timur ditemukan dua produk dendeng sapi yang positif mengandung DNA babi itu,'' ujarnya kemarin.Menurut dia, dua produk dendeng sapi tersebut termasuk kategori pangan olahan industri rumah tangga (PIRT) yang izin edarnya dikeluarkan pemerintah daerah. Dengan demikian, penarikan dan pemusnahannya akan dilakukan pemerintah daerah. ''Nanti pemda yang menarik produk tersebut,'' tegasnya.Sementara itu, Kepala Dias Peternakan Jatim drh Sigit Hanggono mengungkapkan, sistem pengawasan bahan asal hewan tersebut sudah memiliki standar dan format. ''Pemerintah kabupaten/kota seharusnya melaporkan segala temuan yang ada. Namun, sistem pelaporan itu ternyata kurang berjalan lancar,'' ungkapnya. (nur/yaf/fat)

Nah kejadian lagi semacam dengan keracunan sosis. Menurut saya, yang paling keliatan dalam masalah ini adalah lemahnya pengawasan pemerintah terhadap industri makanan. Standardnya tidak jelas. Bagaimana bisa di satu sisi pemda mengeluarkan ijin dengan PIRT, (yang jelas jelas dalam peraturannya tidak boleh digunakan untuk produksi daging). (Lihat di artikel saya yang lain). Sedangkan BPOM juga kebobolan, kenapa daging kok bisa dipasarkan hanya dengan ijin PIRT. Nah... ketika ketahuan di lapangan bermasalah, rame rame cari muka....

Cara menyelesaikan masalah juga tidak bijak. Begitu ada masalah, alangkah lebih baik jika yang bersangkutan dipanggil dan diberikan sanksi. Kemudian produsen yang lain dibina, sehingga tidak seperti "peribahasa" karena setitik nila, rusak susu sebelangga. Coba lihat dampaknya. Setelah MEDIA MASA mengabarkan tentang dendeng campuran daging babi/celeng. Maka masyarakat pun was was mengkonsumi dendeng. Dan akhirnya produsen dendeng rumahan, ataupun pabrikan akan surut jualannya. Mereka harus merangkak lagi, mengukir kepercayaan konsumen bahwa produknya bener bener tidak tergolong produk yang bahaya, tidak halal, beracun dan merugikan masyarakat.

Mungkin orang orang yang bekerja di Balai Pengawasan Obat dan Makanan tidak begitu perduli, siapa salah siapa benar. Yang penting tugasnya adalah menjerat produsen yang nakal. Saya setuju dengan prinsip itu. Tetapi andaikata dipertimbangkan bahwa tidak semua produsen berakhlak buruk, masih ada yang berpikiran panjang dan mencari mata pencaharian di pabrik abon, dendeng dengan cara cara yang halal. Patut kiranya berhati hati dalam menindak produsen nakal.

Media massa juga berperan memperparah masalah, bukannya imbang memberitakan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap ekonomi kerakyatan, kebanyakan mereka malah mendambah ramai dan gawat beritanya. Alasannya pasti karena hal yang begini mempunyai nilai berita yang bagus (untuk dimanfaatkan; jahat sekali).

Kesimpulannya menurut saya adalah, bahwa pengawasan Pemerintah terhadap produsen DENDENG SAPI, apapun mereknya hanya sekedar memberi ijin PIRT. Boleh di telusuri, bahwa pemerintah (PEMDA, DINAS KESEHATAN, DINAS PETERNAKAN) tidak mengerti, bagaimana produsen memproduksinya. Dicampur pasir pun mereka tidak tau. Data yang mereka punya mati di meja, di tumpukan amplop amplop pengurusan ijin he he he.... Ada uang ada ijin. Setelah itu... apa kata nanti.... Pembinaan? .... apalagi..............

Lihat aturannya...

BPOM melalui Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.5.1640 tentang PEDOMAN TATA CARA PENYELENGGARAAN SERTIVIKASI PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA, pada point III ayat 2. bahwa Permohonan Ijin P-IRT tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa daging, Ikan, Unggas dan Hasil olahannya yang memerlukan proses dan atau penyimpanan beku.

Keren kan............

Minggu, 19 April 2009

Awassss Jangan salah... Ini cilok bukan sosis


Peredaran dan penjualan makanan jajanan sosis, tempura, cilok dan sejenisnya (frozen food), seperti sudah tidak aman lagi. Dinas Perikanan dan Kelautan (Disperla) Jatim disarankan untuk membantu mengawasi, bahkan menghentikan produk di atas jika tidak berlabel resmi BPOM RI.
Ir Kardani, Kadisperla Jatim mengatakan, akibat makanan jenis frozen food yang dijual tidak berlabel BPOM RI di Blitar konsumennya ada yang keracunan. ‘’Sebenarnya hanya sekali saja kejadian. Itu pun, korbannya kebetulan makan tempura yang diproduksi oleh rumahan. Bukan pabrik. Tetapi, karena keinginan Dinkes Jatim seperti itu, kami siap saja menjalankan amar tersebut,’’ papar Kardani kepada MP di ruang kerjanya, kemarin.

Cilok (foto:omagung)
Kardani menyebutkan, makanan jenis jajanan yang semula hanya dikuasai pabrikan, kini mulai banyak dikembangkan industri rumahan. Sedangkan produksi industri rumahan pengawasannya tidak seperti industri pabrikan.
Dari data yang dihimpun MP menyebutkan, akibat desakan Ikatan Produsen dan Pedagang Frozen Food (IP2FF) Indonesia, Dinas Kesehatan Jatim telah mengeluarkan SK No. 442/5193/111.5/2008 tertanggal 22 Oktober 2008. Isinya, semua Dinkes di Jatim agar mengawasi dan menutup peredaran jajanan sosis, tempura, cilok dan sejenisnya jika diproduksi tanpa label BPOM RI.Surat tersebut kemudian dibahas ulang di Disperla Jatim mulai 21-30 Januari lalu dan menghasilkan tiga resolusi. Diantaranya pabrikan besar diminta memenuhi produksi sesuai standar BPOM, sedang industri rumahan atau UKM diberikan bantuan bimbingan dan peralatan agar produksinya sesuai kelayakan kesehatan.
Sebenarnya secara luas belum ada, bahkan tidak ada dampak besar atas produksi dan peredaran sosis, tempura dan cilok di pasaran sekarang ini. Sebab, satu kasus yang terjadi di Blitar belum bisa dijadikan penguat agar pihaknya membantu memantau dan menutup pabrikan atau industri rumahan yang tidak berlabel.
Alasannya, lanjut lelaki bertubuh subur ini, jika dipaksakan dampak buruknya justru lebih terasa. Ketatnya persaingan mendapatkan lapangan kerja justru akan diperparah dengan banyak pengangguran akibat penutupan produksi sosis, tempura dan cilok.
’’Kami inginnya tidak langsung dimatikan begitu saja. Baik pabrik besar atau pabrik rumahan sebaiknya diberi pembinaan dulu. Kalau memang tidak bisa lagi, baru tindakan penutupan dilakukan secara tegas,’’ ujarnya masygul. (has/udi) (Hary Santoso/malangpost)

Jumat, 17 April 2009

Ada Sosis Super Murah? Aman nggak yaaa

















Saya menemukan sosis murah di pasar. Harga jualnya fantastis. Agen sosis bisa mendapatkan produk tersebut dengan harga kisaran Rp. 4.500 hingga Rp. 5.000 untuk setengah kilonya dengan isi 25 batang. Sedangkan konsumen boleh membawa pulang sosis tersebut dengan harga sekitar Rp. 6.000 - Rp. 8.000. Wah.... penasaran... akhirnya aku coba beli di pasar. Betapa terkejutnya, ketika aku buka bungkusnya... sosis tersebut ternyata tidak utuh. Casing (pembungkus plastik / selulosa) yang biasanya membungkus sosis sudah tidak ada (nggak masalah sih, karena ada juga sosis yang dijual dengan tanpa casing), tapi pada sosis tersebut ada bekas sobekan pisau. Menandakan bahwa sosis itu sengaja dilepaskan dari casingnya.

Akhirnya terjawab sudah sosis macam apa ini, setelah saya coba mengkonsumsinya. Saya menggorengnya dan menemukan bahwa ternyata sosis ini adalah sama dengan sosis siap lhep yang kondang di Televisi. Tapi yang ini sudah dibungkus dalam kemasan dan disimpan dalam pendingin. Tapi mengapa terjadi demikian? Kalo sosis ayam harganya seperti itu, saya jadi sanksi, apakah sosis tersebut patut untuk dikonsumsi. Saya pastikan sosis itu adalah sosis repro, sosis reject, sosis rework. Berasal dari sosis siap saji (retout) yang pengunci kemasannya (terbuat dari alumunium) lepas. Dan terpaksa harus di bungkus kembali dan dijual dalam keadaan frozen.

Harganya bikin Curiga

Harga sosis yang umum seharusnya di atas 15.000 per setengah kilo. Itu pun harga paling murah yang dijumpai di lapangan. Nah kalo sosis dengan harga Rp. 8000 per setengah kilo? saya sarankan agar curiga? he he he. Coba liat harga ayam sekilo yang berkisar antara 20 ribu hingga 28 ribu. Nah ... masuk akal nggak?