Minggu, 19 April 2009

Awassss Jangan salah... Ini cilok bukan sosis


Peredaran dan penjualan makanan jajanan sosis, tempura, cilok dan sejenisnya (frozen food), seperti sudah tidak aman lagi. Dinas Perikanan dan Kelautan (Disperla) Jatim disarankan untuk membantu mengawasi, bahkan menghentikan produk di atas jika tidak berlabel resmi BPOM RI.
Ir Kardani, Kadisperla Jatim mengatakan, akibat makanan jenis frozen food yang dijual tidak berlabel BPOM RI di Blitar konsumennya ada yang keracunan. ‘’Sebenarnya hanya sekali saja kejadian. Itu pun, korbannya kebetulan makan tempura yang diproduksi oleh rumahan. Bukan pabrik. Tetapi, karena keinginan Dinkes Jatim seperti itu, kami siap saja menjalankan amar tersebut,’’ papar Kardani kepada MP di ruang kerjanya, kemarin.

Cilok (foto:omagung)
Kardani menyebutkan, makanan jenis jajanan yang semula hanya dikuasai pabrikan, kini mulai banyak dikembangkan industri rumahan. Sedangkan produksi industri rumahan pengawasannya tidak seperti industri pabrikan.
Dari data yang dihimpun MP menyebutkan, akibat desakan Ikatan Produsen dan Pedagang Frozen Food (IP2FF) Indonesia, Dinas Kesehatan Jatim telah mengeluarkan SK No. 442/5193/111.5/2008 tertanggal 22 Oktober 2008. Isinya, semua Dinkes di Jatim agar mengawasi dan menutup peredaran jajanan sosis, tempura, cilok dan sejenisnya jika diproduksi tanpa label BPOM RI.Surat tersebut kemudian dibahas ulang di Disperla Jatim mulai 21-30 Januari lalu dan menghasilkan tiga resolusi. Diantaranya pabrikan besar diminta memenuhi produksi sesuai standar BPOM, sedang industri rumahan atau UKM diberikan bantuan bimbingan dan peralatan agar produksinya sesuai kelayakan kesehatan.
Sebenarnya secara luas belum ada, bahkan tidak ada dampak besar atas produksi dan peredaran sosis, tempura dan cilok di pasaran sekarang ini. Sebab, satu kasus yang terjadi di Blitar belum bisa dijadikan penguat agar pihaknya membantu memantau dan menutup pabrikan atau industri rumahan yang tidak berlabel.
Alasannya, lanjut lelaki bertubuh subur ini, jika dipaksakan dampak buruknya justru lebih terasa. Ketatnya persaingan mendapatkan lapangan kerja justru akan diperparah dengan banyak pengangguran akibat penutupan produksi sosis, tempura dan cilok.
’’Kami inginnya tidak langsung dimatikan begitu saja. Baik pabrik besar atau pabrik rumahan sebaiknya diberi pembinaan dulu. Kalau memang tidak bisa lagi, baru tindakan penutupan dilakukan secara tegas,’’ ujarnya masygul. (has/udi) (Hary Santoso/malangpost)

Tidak ada komentar: