Minggu, 18 Januari 2009

Razia raziaaaaa ...............

Tanpa Izin Depkes dan Label HalalSEMARANG—Peredaran makanan ilegal terus dipantau aparat kepolisian. Selasa sore (2/12) kemarin, Unit Harda Satreskrim Polwiltabes Semarang berhasil menyita satu kontainer lebih berisi ribuan makanan beku tanpa izin edar (TIE). Makanan tersebut disita dari sebuah gudang di kawasan Perumahan Bukit Semarang Baru (BSB), Kecamatan Mijen, Semarang.Gudang tersebut milik PT Bel Foods Indonesia yang memproduksi makanan beku seperti bakso, sosis, dan nuggets. Petugas terpaksa menyita karena makanan tersebut di kemasannya tidak tercantum sertifikat izin Departemen Kesehatan RI (Depkes RI), dan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).Di kemasan hanya didapati merek produk ”Uenaaak” untuk bakso dan nuggets, serta sosis merek ”Lebih Lezat”. Bahkan produsen PT BFI pun tak dicantumkan. Konsumen hanya mendapatkan keterangan kedaluwarsa ”24-5-2009”. Ironisnya, makanan yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan ini telah dijual bebas di pasar-pasar tradisional dan minimarket.Bersama barang bukti, ikut dibawa ke Polwiltabes Semarang, Kepala Cabang Semarang PT Bel Foods Indonesia, Mursidah, 38, warga Dusun Papringan Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Moyudan, Sleman, Jogjakarta. Tiga karyawannya juga ikut diperiksa sebagai saksi, yakni Ahmad, 27, karyawan bagian pemasaran, Sri Purbowati, 36, bagian finance, dan Bayu, 28, bagian adminitrasi.Wakasat Reskrim Polwiltabes Semarang Kompol R Budi Wijayanto SIK didampingi Kanit Harda AKP Haril Sutarjo SH mengatakan, saat petugas menyambangi gudang, sempat ada protes dari Mursidah. Perempuan muda tersebut mengatakan makanan yang diedarkannya tidak ilegal. Pihak PT BFI telah mengajukan izin Depkes RI di Jakarta, namun izin belum juga turun hingga sekarang. Namun, menurut Wakasatreskrim, penyitaan harus tetap dilakukan karena makanan tanpa izin resmi berpotensi menimbulkan keracunan. Untuk itu, sebelum jatuh korban, pihaknya mengambil tindakan tegas. ”Izin masih dalam proses sudah diedarkan. Bagaimana kalau terjadi apa-apa, siapa yang tanggung jawab? Masak, harus menunggu ada korban,” ujar Kompol Budi Wijayanto. Salah seorang karyawan yang diperiksa Ahmad mengatakan, PT BFI Cabang Semarang berani mengedarkan makanan tersebut karena adanya perintah dari PT BFI pusat di Jakarta. PT BFI beralamat di Perum Citra Indah Kav PA 1 dan 2 Jalan Raya Jonggol Km 23,3 Kecamatan Jonggol, Bogor. Selaku direktur utama bernama Krisantoro.Dikatakannya, perusahaannya telah memproduksi empat label merek untuk jenis makanan bakso, sosis, dan nuggets, yakni merek Del Farm, Dua-dua, Bel Foods, serta Uenaaak. Dari keempatnya, hanya Uenaaak yang belum mendapatkan izin resmi. Sedangkan tiga lainnya sudah mendapatkan izin Depkes RI dan sertifikat halal MUI. ”Yang berizin sudah beredar di supermarket dan minimarket, tapi yang Uenaaak ini belum berizin kami jual ke pasar tradisional,” katanya.Sedangkan Bayu mengatakan, pihaknya mematok harga yang bervariasi dan cukup murah untuk ukurannya. Sosis isi 40 biji misalnya, hanya dijual seharga Rp 20 ribu, sedangkan yang isi 15 seharga Rp 9 ribu. Sementara nuggets harganya Rp 9.500 dan bakso Rp 7.500 untuk masing-masing paknya. ”Target kami memang kalangan menengah ke bawah,” ucapnya.Siti Purbowati menambahkan, PT BFI Pusat telah beroperasi sejak tahun 2004. Namun cabang Semarang sendiri baru dibuka pertengahan 2007 lalu. Terungkapnya kasus ini berawal dari temuan salah satu petugas polisi yang curiga pada salah satu produk di sebuah minimarket. Kecurigaan petugas dikarenakan tidak adanya cukup informasi terkait legalitas produk pada kemasannya. Petugas kemudian menelusuri lebih lanjut dan menemukan bahwa produk tersebut tak berizin. ”Kami masih mengembangkan penyelidikan terkait dengan perizinan produk tersebut,” tandas Wijayanto.Cuci GudangSementara itu, Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Kosumen (LP2K) Semarang Ngargono mengatakan, beredarnya produk Uenaaak dan Lebih Lezat di pasaran tanpa dilengkapi izin Depkes dan label halal membuktikan kontrol pemerintah lemah. Kalau ditanyakan kenapa itu bisa terjadi, Ngargono meyakini akan banyak alasan yang disodorkan pemerintah. Padahal, seharusnya penindakan bisa dimulai dengan cara mudah, yakni dari hulu ke hilir. ”Langsung saja ke produsennya, kalau kesulitan mencari alamat ya ke kabupaten atau kota asal pasti akan ada catatan perusahaan-perusahaan di sana. Dari situ bisa diketahui mana yang mengeluarkan produk legal dan ilegal,” paparnya.Tapi jika pemerintah hanya melakukan operasi di pasaran, maka kemungkinan akan mendapatkan hasil maksimal sangat kecil. Menurut dia, keterbatasan jumlah aparat, SDM, waktu, dan luasnya wilayah yang dijelajahi adalah faktor yang menyulitkan.Ngargono menghimbau, masyaraklat untuk lebih pintar dan bijak. Harga, menurutnya, sudah tidak sepanatsnya dijadikan ukuran utama dalam memutuskan membeli produk. ”Tidak ada barang murah tapi kualitasnya selangit, masyarakat harus waspada dan ikut mengawasi peredaran makanan berbahaya,” tegasnya. Di sisi lain, dia juga mengingatkan pemerintah lebih waspada mengawasi peredaran makanan berbahan dasar daging menjelang hari Natal dan Tahun Baru yang menunjukkan tren meningkat. Sebab, situasi menjelang Tahun Baru biasanya banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk beramai-ramai menghabiskan stok. Hal ini karena pengawasan makanan beku yang berbahan dasar daging sangat ketat. ”Sebelum pengawasan aparat benar-benar ketat menjelang Natal dan Tahun Baru, para pengusaha mencoba memanfaatkan celah untuk mengedarkan produk ilegalnya,” tandasnya. (dib/aro) (diambil dari harian Radar Semarang)

Tidak ada komentar: